Jumat, 02 Januari 2009

Kritik untuk para penganjur Agama (Tela'ah sederhana atas surah Al-baqoroh ayat 44)

Ata'muruunan-naasa bil-birri wa-tansauna anfusakum wa-antum tatluunal-kitaab, afalaa ta'qiluun?
Wahai ulama Yahudi, apakah pantas bagi kalian yang selalu menyuruh manusia berbuat baik, sementara kalian melupakan diri sendiri. Tidak kah kalian berakal?

Ayat diatas di turunkan kepada Nabi Muhammad SAAW terdapat dalam surah Al-baqarah ayat 44 berkenaan dengan perilaku Ulama Yahudi yg sering berlawanan dengan apa yg mereka ucapkan. Mereka menyuruh masyarakat untuk berbuat baik dengan cara beriman terhadap kenabian Muhammad SAAW-jika tiba waktunya Muhammad di angkat menjadi Nabi-akan tetapi justru merekalah yg pertama berpaling dan menentang keras terhadap kenabian Muhammad. Mereka membelakangi dan mengangkangi kebenaran yg ada di dalam kitab Taurat perihal akan datangnya seorang nabi dari keturunan Ismail yg berkebangsaan Arab bernama Muhammad. Ulama Yahudi lupa bahwa Taurat mengancam dan mencela dengan keras orang yg perkataannya bertolak belakang dengan perbuatannya.

Meskipun ayat diatas di turunkan berkaitan dengan Ulama Yahudi namun bisa juga di terapkan pada masyarakat Islam hususnya pada mereka yg memiliki gelar sebagai Ulama, Kiyai, Ustadz, Muballigh, Mursyid tarekat, para Khatib dan penganjur Islam lainnya berdasarkan kaidah: Kullu aayatin waradat dzamman lil-kuffaari wal-munaafiqiin, jarrot bidzailihaa 'alaa 'ushootil-mu'miniin. Artinya: setiap ayat yg di dalamnya ada celaan terhadap orang-orang kafir dan munafik, imbasnya juga bisa mengenai orang-orang yg beriman yg memiliki prilaku yg sama dengan orang-orang kafir atau munafik. Jadi Kita tidak bisa mengatakan bahwa ayat tersebut di turunkan berkenaan dengan Ulama Yahudi semata.

Seorang Ulama, Ustadz, Kiyai, Khatib, Mursyid tarekat atau penganjur Agama lainnya adalah mereka yg di berikan kelebihan oleh Tuhan dalam hal ilmu Agama yg di maksudkan untuk mengajak orang-orang awam dalam merentas jalan yg lurus, jalan yg akan mendapat rido Tuhan. Mereka berkewajiban memberi pengajaran ke arah mana jalan yg harus di lalui serta perbuatan apa saja yg mesti di lakukan dan mana jalan harus di hindari serta perbuatan apa saja yg mesti di jauhi.

Oleh karenanya jika mereka konsisten dan istiqomah dalam menyampaikan kebenaran sambil menjaga keseimbangan antara ucapan dan prilakunya sendiri mereka akan mendapatkan kedudukan yg tinggi di mata Tuhan dan dalam lingkungan masyarakatpun akan menjadi manusia yg di hormati dan di mulyakan. Sebaliknya jika mereka hanya bisa memberi pengajaran yg baik tapi lupa akan dirinya sendiri tentu akan menjadi manusia yg hina di mata masyarakat apatah lagi di mata Tuhan.

Sayang seribu sayang, pada kenyataannya tidak sedikit mereka yg di serahi amanat menjadi penganjur Agama tidak konsisten terhadap ucapannya sendiri, mereka telah merusak fondasi yg di bangunnya sendiri, mereka bisa mengantarkan masyarakat ke arah jalan yg benar namun menjerumuskan dirinya ke jurang kehancuran.

Cobalah kita fikirkan. Apakah pantas di sebut Ulama jika yg di kejar hanya kedudukan duniawi yg bersifat sementara dengan segala selorohnya yg tiada guna. Apakah pantas di sebut kiyai jika yg di kejar hanya harta benda dunia, lupa akan kemewahan abadi di ahirat kelak. Apakah pantas di sebut Ustadz jika tidak bisa menahan diri dari godaan wanita cantik, mengumbar syahwatnya untuk berpoligami ria dengan dalih "Sunnah Rasul". Apakah pantas di sebut Mursyid tarekat jika yg di kejar hanya keinginan untuk menjadi istimewa di mata pengikutnya. Apakah pantas jika ada penganjur Agama yg hanya menjadi corong para penguasa demi menapakkan kekuasaan yg kejam dan dzhalim terhadap rakyat banyak. Dampak dari segala keburukan mereka sangat jelas dapat kita saksikan dalam kehidupan masa kini yg begitu carut marut, maka jika ada yg berkata bahwa Ulama yg buruk akan membawa akibat yg sangat buruk pada kehidupan sangatlah benar adanya.

Imam Al-qurtubi di dalam tafsirnya mengisahkan tentang perjalanan mi'raj Rasulullah pada waktu beliau melihat banyak orang yg menggunting lidahnya sendiri dengan gunting yg terbuat dari bara api, beliau bertanya pada Jibril, wahai Jibril siapakah gerangan mereka? Jibril menjawab; mereka adalah gambaran dari orang-orang yg ketika hidupnya menjadi penganjur Agama yg menganjurkan orang lain untuk berbuat baik namun mereka telah melupakan dirinya sendiri, padahal mereka di beri pengetahuan tentang kitab Tuhan lebih dari orang lain, mereka hanya bisa bicara tapi perbuatannya berlawanan dengan apa yg mereka ucapkan.

Dalam riwayat yg lain Nabi bersabda; pada hari kiamat kelak ada seorang yg di datangkan di hadapan Tuhan, kemudian dia di lemparkan ke dalam neraka yg menjadikan ususnya terburai, usus yg terburai itu melilit tubuhnya sebagaiman keledai yg memutari penggilingan gandum, sekerumunan penghuni neraka bertanya padanya apa yg menyebabkan dirimu di siksa sedemikian rupa? Salah seorang diantaranya berkata, apakah dulu ketika di dunia engkau adalah orang yg menganjurkan untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan keji? Dia menjawab, benar, dahulu ketika aku hidup di dunia aku menganjurkan orang untuk berbuat baik namun aku sendiri tidak melakukannya, dahulu aku mencegah orang untuk berbuat mungkar namun aku sendiri gemar melakukannya.

Pada kali yg lain Rosulullah SAW juga bersabda; diantara manusia yg paling berat siksanya di ahirat kelak adalah Ulama yg ilmunya tidak bisa memberi manfaat bagi dirinya sendiri.

Abul-aswad ad-duali dalam syairnya berkata; laa tanha 'an khuluqin wata'tii mitslahuu, 'aarun 'alaika idzaa fa'alta 'adzhiimun. Janganlah kamu mencegah perilaku buruk jika dirimu sendiri masih berbuat sama, sungguh itu adalah sangat tercela jika dirimu berbuat demikian.

Ibnu ruslan dalam zubadnya juga bersyair; fa'alimun bi'ilmihi lam ya'malan, mu'adzzabun min qobli 'ubbaadil-watsan. Seorang alim yg tidak mengamalkan ilmunya, akan di siksa sebelum penyembah berhala.

Maka dari itu hendaknya seseorang yg di serahi tugas untuk menjadi penganjur Agama harus terus menerus menyempurnakan pengetahuannya berkaitan dengan kitab Tuhan dan sunnah nabinya sambil terus menerus melakukan koreksi diri serta berhati-hati terhadap keinginan segala hawa nafsu dan bisikan iblis mengingat ancaman yg begitu dahsyat jika mereka menyimpang dari aturan Tuhan, ancaman yg jauh lebih mengerikan di banding ancaman terhadap manusia awam.

Wallahu a'lam wa'ilmuhu atam.