Minggu, 22 Februari 2009

Tuhan masih mengasihi saya

Kawan-kawan, friend's, ikhwan...Tahukah kalian tempat di mana saya kini tinggal dan berpijak? Saya kini tinggal di pesantren, di sebuah tempat yang jauh dari bising kota dan keriuhan pesta manusia modern. Sunyi, senyap dan seperti tiada berperadaban. Gambaran alam di sini dengan letak geografis yang jalanannya menanjak terjal, menurun curam, sebelah sini tebing dan sebelah sana jurang. Jika malam menjelang tiada terdengar oleh telinga saya kecuali suara-suara aneh dari sejumlah binatang yang tak saya mengerti bentuk dan wujudnya, mata saya pun tidak dapat melihat apapun kecuali gelap, gelap dan gelap.

Kawan..persis di samping kamar yang biasa untuk saya istirah, berdiri dengan kokoh, garang, dan angkuh, tebing yang tinggi menjulang. Selalu ada rasa takut dalam hati ini karena ahir-ahir ini curah hujan intensitasnya begitu tinggi, tiada hari berlalu kecuali sang hujan selalu membasahi bumiku. Sering saya lihat butir-butir tanah dalam jumlah yang besar luruh dari atas tebing bersama derasnya air hujan, saya sebenarnya selalu tidak berani untuk berfikir terlalu jauh, tapi jika saya sedang merenung sendirian, tetap saja terlintas di fikiran "Andai jika tebing itu runtuh" lalu menimpa kamar saya ketika saya sedang berada di dalamnya, O my God, tamatlah riwayat hidupku. Tapi tidak, insya Allah, Tuhan yang maha kasih dan maha adil tidak akan memberhentikan hidup saya dengan cara setragis dan sekonyol itu. Amien.

Ada beberapa kawan yang kaget dengan keberadaan saya kini di sini, di tempat yang seolah-olah antah berantah ini. Mereka mengeluhkan susahnya berkomunikasi dengan saya. Email jarang di balas, SMS lama terkirim, suara telephon terputus-putus, kadang nyambung tapi dengan suara yang tidak jelas dan bikin sebal telinga. Saya juga tidak kalah bingung dengan kawan-kawan itu, di sini sinyal HP adalah sesuatu yang sangat susah di dapat, sinyal GPRS lebih parah lagi kondisinya, di sini tidak ada WARNET punya adik saya, tempat yang biasa saya duduk di dalamnya selama berjam-jam dua kali dalam seminggu, di sini tiada GRAMEDIA, tempat yang biasa saya kunjungi demi melipur dahaga kebodohan saya satu kali dalam seminggu, di sini tiada GRAGE MALL, tempat yang biasa untuk saya dan adik-adik saya berbelanja berbagai kebutuhan untuk di konsumsi pada bulan selanjutnya. Meski bingung dan tersiksa tapi saya selalu menyadari bahwa kedewasaan tidak akan di dapat kecuali setelah melalui bebagai ragam pengalaman hidup. Yah saya ada di sini dalam rangka proses pendewasaan diri sekaligus "Penuaan diri", mungkin.

Kawan..Saya adalah orang yang terbiasa berfikir kritis, bebas, namun tetap toleran pada beragam pendapat. Kini harus berkumpul di pesantren salaf (totok) dengan orang-orang yang berfikiran kolot dan fanatik yang tidak memandang kebenaran kecuali hanya ada pada tata cara mereka dalam hal ibadah pada Tuhan atau lainnya, akibatnya tiada hari saya habiskan kecuali untuk berdiskusi, berdialog dan berdebat memberi sedikit pengertian pada mereka bahwa di luar sana, walaupun mereka menjalani ibadah tidak seperti yang ada di sini tapi yang namanya kebenaran pasti akan tetap ada bersama mereka. Saya ma'lum, orang-orang di sini begitu fanatik terhadap apa yang mereka yakini karena mereka berhati-hati terhadap ajaran yang di anutnya dan semata-mata karena ingin kepatuhannya pada Tuhan tidak ternoda oleh apapun. Namun sayangnya, orang-orang yang berhati-hati dalam satu hal ternyata belum tentu berhati-hati dalam hal lainnya kaitannya dengan anggapan bahwa ibadah orang lain yang tidak sama dengan mereka adalah salah. Di sinilah letak ketidak sepakatan saya dengan mereka, saya menganggap tidak ada masalah dengan cara ibadah mereka tapi pada saat yang sama mereka kerap menyalahkan dan mencurigai tata cara ibadah saya yang sedikit berbeda dengan mereka.

Satu hal yang saya kagumi dari mereka adalah kebersahajaan mereka dalam menjalani hidup. Hidup apa adanya tanpa hiburan yang muluk-muluk seperti adat masyarakat kota, tidak ada anak-anak kecil yang riuh membicarakan PS yang baru saja di mainkan seperti kerap saya jumpai pada celoteh anak-anak perkotaan, masyarakat sini seolah-olah menjalani hari-hari yang begitu monoton dan membosankan tapi tetap tiada melupakan rasa syukur pada Tuhan Pencipta alam.

Kawan..Tuhan masih mengasihi saya, karena betapapun sulit ku bayangkan hidup mereka, tapi masih ada orang yang berjiwa malaikat yang tanpa bosan menanggung makan sehari-hari untuk saya walaupun dengan menu sangat sederhana dan seadanya. Jika anda ada di sini jangan pernah anda membayangkan akan menemukan burger, pizza, atau jenis makanan aneh lainnya yang mudah di dapatkan di kota. Saya mengenal beberapa jenis makanan di sini dengan nama yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya yang merupakan simbol dari kebersahajaan masyarakat di sini. Pernahkah anda mendengar jenis makanan yang bernama ONDOL, OBANG ABING atau SIMPRING kawan? Tentu belum pernah mendengar bukan? Pernahkah anda makan sup yang sayurnya terbuat dari batang pohon kelapa? Jika belum berarti dalam hal makanan ternyata saya lebih maju daripada anda kawan, sebab selain makanan antah berantah itu sayapun pernah merasakan berbagai macam makanan modern yang pernah ada.

Satu lagi cerita yang ingin saya kabarkan pada anda kawan, anda pernah mendengar sebutan KIYAI bukan? Nah, inilah pangkal dari semua kerisauan saya. Para santri dan masyarakat di sini meski tidak sampai pada taraf menTUHANkan kiyai, tapi tindak tanduk terhadapnya sangat jauh berbeda di banding jika dengan tindak tanduk terhadap orang biasa sekalipun umurnya begitu tua. Bagi saya, menghormati kyai karena dia adalah orang yang punya kelebihan agama adalah wajar dan sah-sah saja, namun jika harus tunduk dan pasrah secara total tanpa kita dapat membantahnya, tidak boleh berbicara sebelum kiyai bicara dulu, harus duduk di lantai sementara kyai dengan santai duduk di atas kursi, tidak boleh ada yang berkhotbah di mimbarnya kecuali dirinya dan jenis-jenis aturan yang lainnya yang menggambarkan pada kepatuhan total padanya, hal-hal seperti ini yang tidak bisa saya terima. Jangankan terhadap sesama manusia, terhadap Tuhanpun sebetulnya manusia tidak di haruskan untuk patuh secara total, adalah wajar jika sesekali kita membangkang atau berdosa asal setelah itu kita bersimpuh kembali di hadapan kemahabesarannya, bukankah dalam sebuah Hadits Qudsi Tuhan berfirman; lau lam tudznibuu ladzahaballahu bikum, waja-a biqoumin yudznibuun. Jika sekiranya kalian sama sekali tidak pernah berdosa, maka Aku (Tuhan) akan memusnahkan kalian dan menggantinya dengan kaum yang berdosa. Usut punya usut ternyata rintihan taubat orang-orang yang berdosa, begitu merdu terdengar di telinga Tuhan.