Tak terasa malam kini telah begitu larut.
Lonceng di masjid itu membunyikan suaranya dua kali, teng..teng.. berarti waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari.
Tanpa sadar, berarti diri telah berkelana di dunia maya lebih dari enam jam. Yah enam jam yang begitu melelahkan, mengarungi dunia yang seolah tanpa batas, melewati berbagai kecamuk gagasan yang tak terkendali, menghadiri ide-ide yang mengganas buas, menyambangi segala teriakan keputus asaan yang menista sukma.
Ada mata yang mengunang nanar, taring yang menyeringai, gigi yang gemeretak, tangan yang mengejang terkepal, dada yang mendidih gemuruh, hati yang teraduk tercabik.
Hingar bingar itu terus membahana lantang di telinga jiwa, menyatu padu dalam derap tak berirama. entahlah, diri terasa sedang berada di tengah peperangan, perang melawan ketiadaan, perang melawan kehampaan, perang melawan segala kegalauan.
Lonceng di masjid itu kini terdengar begitu letih, letih memberitahu manusia bahwa waktu kan terus beranjak, betapapun manusia tetap diam tiada peduli.
Lonceng di masjid itu telah lama menghiasi malam-malamku yang sepi, menjadi teman setiaku dalam merajut rasa, melamun asa, memendam cita.
Lonceng di masjid itu selalu tegar berdiri di tepian masa, tak pudar meski matahari tak lagi berpendar, bulan tak lagi bersinar, suara adzan tak lagi terdengar.