Rabu, 04 Februari 2009

Ammar dan Bilal, simbol berdarah dari ketulusan cinta dan keteguhan iman

Kisah ini bermula dari seorang budak wanita hitam Abesinia bernama Sumayyah yang menikah dengan pria miskin kesepian yang bernama Yasir yang pindah ke Makkah dari kampung halamannya di padang pasir Yaman demi hidup yang lebih baik. Setelah beberapa lama waktu di Makkah Yasir mendapat pekerjaan sebagai pelayan, Yasir memberanikan diri meminta pada Sumayyah untuk menjadi istrinya, gayungpun bersambut, Sumayyah bersedia menerima Yasir sebagai suaminya. Beberapa waktu berselang dari pernikahan mereka lahirlah seorang anak laki-laki bernama 'Ammar.

Hari berlalu, bulan berganti dan tahunpun menjelang. Pada saat itu di Makkah muncul seorang Nabi baru dengan membawa ajaran baru bernama Islam, Nabi baru itu bernama Muhammad. Nabi baru itu menjanjikan segala perubahan ke arah yang lebih baik, melepaskan manusia dari segala alam jahiliyah yang telah lama mengungkung masyarakat Arab teristimewa sukunya sendiri yaitu suku Quraisy.

Keluarga Yasir merupakan keluarga yang menaruh perhatian yang mendalam terhadap Islam sejak awal penyebarannya, mereka masuk ke dalam Islam dengan kerelaan hati, cinta yang tulus dan iman yang teguh. Tiada peduli bahwa dengan masuknya mereka ke dalam Islam bahaya besar akan mengancam hidup mereka, ancaman itu datang dari Abu Jahl, Umayyah bin Khalaf dan wadia balanya yang geram dengan perkembangan Islam. Mereka mengancam keluarga Yasir dengan siksaan yang sangat berat, tujuannya adalah agar tidak ada lagi orang yang akan memeluk Islam. Ancaman itu pada ahirnya terbukti beberapa saat setelah keluarga Yasir memproklamirkan keislamannya.

Setiap hari Abu Jahl dan wadia balanya menggiring keluarga Yasir ke padang pasir panas di pinggiran kota Makkah di mana Abu Jahl akan menyiksa mereka di bawah terik matahari sampai malam menjelang. Pada setiap rangkaian siksaan yang di lakukan, Abu Jahl selalu menggunakan jenis siksaan yang baru yang lebih kejam dari hari ke hari, tujuannya adalah untuk membuat mereka menyerah dan segera berpaling dari Islam, mencaci maki dan membantah segala pesan yang di bawa Muhammad. Namun keteguhan iman dan cinta yang tulus membuat Yasir, Sumayyah dan Ammar tidak mematuhi perintah Abu Jahl dan rela terus menerus di siksa oleh para kafir itu.

Untuk membuktikan cinta yang tulus dan iman yang teguh, keluarga Ammar melipat gandakan kesabaran dalam menerima setiap siksaan yang terus menerus mendera mereka. Bagaimana Nabi melihat nasib mereka? Nabi pada waktu itu berada pada posisi yang lemah, walaupun Nabi adalah termasuk di antara anggota keluarga bangsawan Quraisy tetapi dalam menyebarkan Islam Nabi benar-benar sendiri. Karena miskin dan tidak berdaya Nabi tidak memiliki sarana pertahanan yang bisa melindungi para pengikutnya dari kebiadaban dan kedzaliman Abu Jahl dan wadia balanya. Nabi hanya bisa mendatangi mereka di waktu-waktu jeda penyiksaan untuk memberikan simpati dan dukung moral bagi mereka.

Nabi Muhammad SAAW adalah pribadi yang berahlak mulia, berperasaan halus dan tersimpan di dadanya kasih tulus Yesus Al-Masih. Sebagai seorang yang berperasaan halus, Nabi di perlihatkan contoh terbaik dari cinta yang sangat tulus dan iman yang teguh pada diri Ammar dan keluarganya dalam menghadapi tangan-tangan kejam Abu Jahl dan wadia balanya. Tetapi Nabi tidak dapat memprotes tindakan Abu Jahl dan membalas mereka dengan hukuman yang setimpal, betapa remuk jiwa Nabi kala itu. Setiap hari Nabi menyaksikan reaksi sadis Abu Jahl yang memuas siksaan pada Ammar dan keluarganya. Seolah-seolah puas dengan penampilannya, para penyiksa itu terus memberi semangat pada antek-anteknya untuk terus mendera siksaan yang lebih kejam pada pengikut Nabi. Seperti di jelaskan di atas, Nabi ada bersama mereka tetapi hanya dukungan moral dan simpati yang bisa di berikan Nabi. Dalam situasi penuh kelemahan, keputus asaan dan kesengsaraan total mereka hanya bisa berdoa pada Tuhan, berharap agar mendapat bantuan dan kemenangan segera tiba. Nabi memberi kekuatan pada hati mereka tentang janji Tuhan pada orang-orang yang mau bersabar, dan meneguhkan hati mereka dalam perlawanan terhadap para penyiksanya.

Hari demi hari Nabi menyaksikan wanita tua yang setia bernama Sumayyah, laki-laki yang juga tua bernama Yasir dan seorang pemuda yang sedang tumbuh dan dadanya di penuhi cinta tulus pada Nabi yang bernama Ammar, betapapun mereka terus menerus di dera siksaan, mereka adalah simbol berdarah bagi keteguhan iman. Mereka sama sekali tidak menunjukkan kelemahan di hadapan Nabi, selalu berusaha menyembunyikan rasa sakit dan keputus asaan mereka dan menunjukkan ketahanan diri dalam rangka pengabdian pada keimanan dan cinta yang tulus pada Nabi. Nabi sewaktu-waktu akan meninggalkan mereka dalam linangan air mata dan akan datang kembali menjenguk duka mereka di besok hari.

Kejadian terus berulang dari hari ke hari, hingga suatu hari Nabi tidak lagi melihat Sumayyah dan Yasir, tidak terdengar lagi teriakan Abu Jahl ketika menyiksa mereka. Nabi hanya melihat Ammar berdiri menunduk tidak lagi terikat tangan dan kakikinya, Nabi mendekati Ammar dan memanggilnya, tetapi Ammar semakin menunduk di hadapan Nabi, dan berusaha kuat untuk menyembunyikan wajahnya dari pandangan Nabi. Nabi heran melihat perubahan sikap Ammar yang biasanya begitu tegar dan kuat dalam menghadapi siksaan seberat apapun, kini nampak begitu lemah, Nabi berusaha mengangkat wajah Ammar dan menyuruh untuk memandang dirinya, hal ini Membuat Ammar berusaha kuat untuk semakin menyembunyikan wajahnya. Sekilas Nabi melihat air mata mengalir deras di pipi Ammar, Nabi baru menyadari mungkin Ammar telah mengalami siksaan paling kejam dan Ammar pasti telah menyaksikan kematian kedua orang tuanya di hadapan mata kepalanya akibat siksaan Abu Jahl.

Tapi walaupun tidak ada lagi penyiksaan kenapa Ammar masih berdiri di situ? Tidakkah Ammar ingin kembali ke kota dan menemui Nabi? pada saat tangisan Ammar makin menjadi, Nabi berusaha untuk menenangkan Ammar dan memuliakan nama kedua orang tuanya, memuji keteguhan imannya tetapi anehnya Ammar tidak sedikitpun hawatir terhadap nasib yang akan menimpa orang tuanya. Ammar menanggung derita yang lebih berat, Ammar berkata; wahai Nabi Allah, aku telah mengatakan sesuatu yang sebelumnya sangat aku benci. Kini jelaslah bagi Nabi, akibat siksaan yang mendera dirinya dan kedua orang tuanya, Ammar telah kehilangan kesadarannya. Sebagai manusia, Ammar pun punya perasaan dan emosi yang membatasi kemampuannya untuk bertahan. Ketika kesadarannya hilang Ammar telah mengucapkan sesuatu yang menyenangkan Abu Jahl dan mengecewakan dirinya sendiri dengan membantah Nabi, sebagai upahnya Ammar pun di bebaskan dari segala siksaan. Segala kekecewaan, kegelisahan yang di rasakannya mengalahkan rasa sakit dari siksaan Abu Jahl. Ammar berdiri sendiri menangis dalam padang pasir yang sunyi, rasa malu pada Nabi yang begitu menyelimuti hatinya membuat Ammar enggan untuk kembali ke kota untuk bertemu Nabi. Dalam kesedihan dan ketidak berdayaan, ketika tidak ada lagi dalam fikiran Ammar tempat untuk berteduh, Nabi menghibur hati Ammar; wahai Ammar, jangan hawatir terhadap apa yang engkau katakan jika hatimu sendiri tidak meyakininya, percayalah bahwa Allah maha mengampuni. Mendengar perkataan Nabi, Ammar pun menjadi gembira, bersama Nabi, Ammar kembali ke kota Makkah.

Kisah penyiksaan yang lain adalah apa yang telah di lakukan Umayyah bin Khalaf terhadap seorang budak bernama Bilal bin Abi robbah, Bilal adalah seorang budak yang masuk Islam dalam kelompok pertama, Bilal kemudian menjadi Muadz-dzin tetap Rasulullah.

Setiap hari di sebuah daerah dekat Makkah, satu kaleng air di panaskan di bawah terik matahari padang pasir. Setelah air mendidih Umayyah bin Khalaf memasukkan kepala Bilal ke dalam air itu sampai Bilal tercekik. Setiap kali penyiksa melepas tangannya Bilal berusaha menarik nafas dan mengatakan "Ahad" "Ahad" (Allah maha Tunggal), meskipun terus menerus di siksa Bilal terus menggumamkan "Ahad, Ahad". Selanjutnya jika Bilal telah kehilangan kesadaran dan hampir mati, penyiksa akan meninggalkan Bilal begitu saja dan membiarkan Bilal di cambuki oleh orang-orang yang kalap dan bodoh. Tanpa belas kasihan mereka mengganggu Bilal, menyumpahinya, menyeret tubuhnya di atas tanah seperti menyeret anjing, mereka juga tidak segan meludahi wajah Bilal. Bilal tetap berkata "Ahad, Ahad", ucapan bilal adalah simbol yang di wariskan pada generasi muslim berikutnya jika menghadapi saat-saat yang kritis.

Kisah-kisah ini menggambarkan status orang-orang yang mencintai dengan tulus Nabi Muhammad, walaupun mereka sangat menderita dan kesepian. Kisah ini juga mengabarkan pada kita tentang betapa keimanan yang teguh pada Tuhan tidak akan bisa di goyahkan oleh apapun sekalipun nyawa adalah taruhannya. Allahu Akbar wa lil-lahil-hamd.

Cirebon-menjelang subuh.