Senin, 01 Juni 2009

Tuhan dalam imajinasi "bocah"

Kalimat-kalimat yang nranyak, sumpah serapah, anggapan menghina yang maha kuasa dll pasti akan menghantam, kenapa?
Karena engkau telah menggambarkan sesuatu yang tiada bisa di angankan dalam khayal yang paling dalampun, tiada layak di fikirkan oleh pemikiran yang paling gilapun, sebab, Dia melampaui segala bentuk dan padanan, tiada tersekat dalam bias ruang waktu, ajaib mutlak segala yang berkaitan dengan diri-Nya, maha abstrak.

Tapi nanti dulu, aku tidak sampai kesana, aku menyadari betul bahwa membicarakan Tuhan adalah sesuatu yang percuma dan akal tiada bakal mampu untuk menguak misteri-Nya selamanya, lantas apa maksudnya?

Gambaran Tuhan pernah melintas di fikiranku pada waktu aku masih kecil, ketika aku baru saja mendengar cerita dari orang tuaku, bahwa dunia dan seluruh isinya ternyata ada yang mencipta. Aku bertanya, siapa yang mencipta semua ini? Ayahku bilang, dia adalah Allah Tuhan semesta alam, aku terus bertanya, Allah itu seperti apa, ada di mana, terus apa maksudnya mencipta semua ini? Tidurlah nak, belum waktunya kamu bertanya tentang masalah itu, jawab orang tuaku. Aku menurut.

Setelah dialog singkat itu, aku mencoba untuk memejamkan mata, tapi selalu gagal. Bayangan tentang Allah begitu menggoda anganku, terus dan terus hingga pada ahirnya dalam lelahku, terbentuk dalam bayangan fikiranku sosok seorang wanita anggun, berselendang putih, tersungging senyum keteduhan di bibirnya, memancarkan kemilau kesejukan yang tiada tara, aku bergumam, seperti itukah Allah? Sejenak kemudian, pada ahirnya akupun tertidur dalam damai.

Ketika masih kanak-kanak, kita menggambarkan Tuhan dalam bentuk-bentuk sangat sederhana. Dia bisa berupa seorang laki-laki, perempuan, cahaya, angin atau bahkan gabungan dari semuanya. Seorang anak menginginkan segala sesuatu yang bentuknya kongkrit yang bisa di lihat atau dapat di sentuh keberadaannya, hatta tentang masalah Tuhanpun, atau, paling tidak ia membutuhkan sesuatu yang bisa di bayangkan dalam batas-batas fikiran dan imajinasinya. Jika tidak , tentu ia akan mengingkari wujud-Nya atau kemungkinan ada-Nya. Ini adalah wajar. Oleh karenanya segala penggambaran tentang Tuhan dari seorang anak, tidak perlu di kuatkan atau di tentang yang berarti akan mengalihkan pikiran anak dari benda-benda kongkrit ke dalam hal-hal yang tidak terindra yang mereka anggap sebagai sesuatu yang tidak ada, akibatnya anak akan mengalami guncangan yang cukup serius.

Biarkanlah gambaran itu terus berjalan bersama imajinasinya, kelak, dalam perjalanan spiritualnya ia akan menemukan sendiri bentuk yang sesungguhnya dari Tuhan, yang penting, kita tetap menggiring fikiran mereka pada jalan yang mengarah pada me-maha-kan Tuhan.

Gambaranku tentang Tuhan pada waktu kecil pada ahirnya berubah seiring banyaknya informasi yang ku serap dari al-Quran, Hadits, dan petuah guru-guruku, Meskipun akalku tetap lemah untuk mencernanya. Last... Wujud Tuhan hanya bisa di gambarkan dengan iman yang ada dalam hati.