Betapa menakjubkan ayat-ayat Tuhan, ia tersebar di segala penjuru maya pada! Ada yang termaktub dalam teks-teks kitab suci, adapula yang tergambar jelas di sekitar tatapan mata, di gunung-gunung yang tinggi menjulang, di bukit-bukit yang melandai, di kedalaman laut yang membiru anggun, dalam tebaran bintang yang mencahaya di ufuk tiada bertepi, dan dalam segenap keajaiban yang ada pada bani insan sendiri.
Sanurîhim âyâtinâ fi al-âfâqi wa fî anfusihim hattâ yatabayyana lahum annahû al-haq. Awalam yakfi bi-Rabbika annahû 'alâ kulli syai-in syahîd?. Artinya: kelak, kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat kami di segenap ufuk langit, dan pada diri mereka sendiri. Tidakkah cukup bahwa Tuhan menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS fush-shilat 53).
Wa fî anfusikum, afalâ tubshirûn? Dan pada dirimu (terdapat kekuasaan Tuhan), tidakkah kamu memperhatikan? (QS adz-dzariat 21).
Tuhan maha besar! Ayat-ayatNya yang mengagumkan senantiasa hadir di tengah kefanaan manusia untuk di tafakkuri dan di renungkan, sebagai bukti agar manusia tiada lupa untuk bersyukur. Untuk mengokohkan kembali iman yang rapuh, akibat terpaan jerat iblis yang kerap memalingkan manusia dari kerajaan langit dengan pongahnya. Untuk menunjukkan jalan lempang bagi mereka yang kerap tersesat di dekorasi peradaban mutahir.
Maha suci Tuhan. Panggilan kemenangan senantiasa menggema di bumi manusia, suara adzan itu lima kali dalam sehari memelodi di segenap cakrawala. Namun, betapa sering kita pura-pura tuli untuk menyambut panggilan lembut itu. Mari kita shalat, mari kita rebut kemenangan! Sayang, kita kerap menyahutinya dengan amal-amal ma'shiyat. Kita sering meresponsnya dengan hati tiada riang, akibat genangan hawa nafsu yang membandang di fitrah jiwa.
Ahirnya, sinyal-sinyal keTuhanan tiada lagi memantul peka di kedalaman sanubari. Ya! Kita kerap terpenjara dalam pesta pora kesementaraan manusia, mengabaikan waktu yang sebenarnya tiada berhenti memburu ajal.