Selasa, 04 Agustus 2009

Keniscayaan maut

Tak gendong kemana-kemana; alunan lagu itu tidak akan mungkin terdengar lagi dari mulut penyanyinya, hari ini dan selanjutnya. Kini, pelantun tembang itu telah mengikuti jejak manusia lain yang juga berprofesi sebagai penyanyi, yang gaungnya lebih besar menyentak seantero dunia, Michael Jackson.

Manusia, dengan kedebeg (tingkah polah) yang bagaimanapun juga --dia manusia besar, manusia terkenal, manusia kaya, raja diraja- pada ahirnya akan terbujur kaku juga, dingin membeku, setelah itu akan di masukkan ke dalam debu, dalam keterasingan yang mencekam dan kegundahan yang tiada tepermanai.

Iskandar Dzu al-Qarnain, penguasa jagat yang namanya tercantum dalam al-Quran, adalah raja yang agung, daerah timur, barat, selatan dan utara tidak luput dari tapak kekuasaannya. Sehingga sampailah kekuasaanya di sebuah negeri yang bahasa penduduknya tidak di mengerti oleh dirinya, selain dia juga dapat mengusai daerah yang matahari seolah tenggelam di dalam lumpur yang hitam pekat, maupun negeri yang berbatasan dengan kekuasaan Ya'juj Ma'juj (Gog Magog).

Nama Dzu al-Qarnain demikian masyhur menjadi pembicaraan orang-orang sesudahnya di segala pergantian zaman, betapa hebat dan menakjubkan kedebegnya ketika dia hidup.

Namun, apa yang di wasiatkannya pada keluarga dan prajuritnya, ketika ajal hendak mencengkeramnya? Dzu al-Qarnain berpesan, agar jika kematiannya tiba, sebelum dirinya di kuburkan, terlebih dahulu di arak mengelilingi negeri-negeri yang pernah di taklukannya, agar di persaksikan oleh segenap penduduk bumi bahwa sebesar apapun Dzu al-Qarnain pada ahirnya tidak berdaya dalam menghadapi taring kematian.

Sungguh sayang, meski kematian sering terjadi di sekitar kita, dan bahkan kita kadang ikut terlibat dalam prosesinya, namun pelajaran yang semestinya dapat kita ambil sering terbuang percuma, betapa bodoh dan jahilnya hati kita yang tidak bisa bergetar, dan diri yang tidak memiliki kewaspadaan bahwa kematian tak lepas mengintai kita pula. Di setiap waktu dan kerdipan mata. Seoalah kata "kematian" tak beranonim dan kita mengira bahwa hidup akan abadi, hingga tanpa sadar, kematian telah menyeret kita ke liang kubur.

A fa min hadza al-haditsi ta'jabun? Wa tadh-hakuna wa la tabkun? Wa antum samidun? Fasjudu li-Lahi wa'budu. Maka, apakah kamu merasa heran dengan berita ini? Dan kamu terus tertawa, tidak menangis? Sedang, kamu selalu lalai? Maka, bersujudlah pada Tuhan, dan sembahlah dia (QS an-Najm 59-62).

Cirebon 4 Agustus 2009