Sabtu, 21 Maret 2009

Pemilu, pesta penuh kemunafikan

Kurang dari 20 hari lagi, negeri tercinta Indonesia akan menghadapi sebuah pesta besar; PEMILIHAN UMUM! Ia adalah hajat lima tahunan negeri ini, guna mencari pemimpin baru, yang di harapkan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis multi dimensional yang telah mengungkung Indonesia lebih dari satu dekade.

Ada semacam peristiwa yang sama persis yang seolah sudah menjadi hukum alam, pada setiap menjelang pemilu, orang-orang yang sudah duduk di jabatan pemerintahan dan ingin memperpanjang kedudukannya karena betapa ni'matnya menjadi pejabat, atau orang yang sudah lama ingin menjadi pejabat tapi belum ada kesempatan karena selalu tersingkir dari persaingan, atau orang yang benar-benar baru berkecimpung di dunia politik dan ingin juga ikut meni'mati kedudukan, mereka sibuk mempromosikan dirinya di hadapan rakyat agar rakyat memilihnya, dengan seabreg janji perubahan, pengentasan kemiskinan, pendidikan murah, terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih luas, dan segala janji-janji lainnya yang sejatinya semuanya mengambang tinggi diatas awan. Setahu saya, belum ada satupun janji para pejabat pada saat kampanye yang sanggup untuk di tepati ketika ia betul-betul telah menjadi pejabat. Entah barangkali karena kesibukan yang menjadikannya lupa, atau belum menemukan solusi yang tepat untuk ternunaikannya janji-janji itu atau karena memang hati pejabat itu begitu pekat tertutup debu kemunafikan sehingga janji-janji yang dulu pernah di ucapkan menguap bersama buruknya perilaku mereka.

Negeri yang di juluki "Laksana zamrud di lintasan khatulistiwa" ini, sebetulnya adalah negeri yang sungguh-sungguh malang, betapa tidak, dengan sumber daya alam yang begitu kaya dan subur, memiliki penduduk di atas dua ratus juta dan pintar-pintar tapi tidak ada satupun yang mampu mengelola segala sumber daya yang ada demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Apa yang menghalangi para pejabat untuk memakmurkan rakyat, jika bukan karena ambisi besar mereka untuk mereguk keni'matan pribadi dari negeri ini untuk selama-lamanya sampai sepuluh bahkan jika mungkin sampai turunan mereka yang terahir hidup di dunia? Sehingga lupa akan janji-janjinya ketika kampanye, lupa bahwa penderitaan telah mencekik banyak rakyat negeri ini, lupa bahwa persatuan adalah simbol dari kemerdekaan negeri ini. Bagaimana persatuan akan tetap terjalin jika yang satu bergelimang dalam tumpukan keni'matan sementara yang lain terjerembab dalam kubangan derita yang terus menerus? Bagaimana bisa bersatu jika yang ini ingin keadilan sementara yang lain terus cuek melakukan korupsi, kolusi dan perbuatan jijik lainnya? Apanya yang salah jika sebagian rakyat lebih memilih golput daripada memilih pemimpin yang terus menerus menebar kebohongan? BERBOHONG adalah tercela dalam pandangan agama apapun, dan bukankah Islam amat mengHARAMKAN kebohongan? Kenapa MUI tidak mengharamkan para pejabat yang biasa berbohong untuk ikut pemilihan lagi, daripada mengancam masyarakat yang sadar akan kebohongan mayoritas pejabat publik dengan haramnya golput?

Langit Indonesia beberapa hari ke depan akan terus di penuhi omong kosong tanpa ma'na, penuh KEMUNAFIKAN. Jiwaku muak, benci dan jijik melihat tingkah polah mereka. Maha suci Tuhan, yang ternyata tidak hanya menciptakan yang baik-baik saja, Tuhan juga menciptakan mereka-mereka yang berperilaku buruk dan sama sekali tidak bermanfaat bagi kehidupan rakyat banyak.

Wahai rakyat Indonesia, pengalaman seharusnya telah banyak mengajarkan pada kalian tentang betapa jelas kemunafikan yang di perlihatkan para pemimpin kita terdahulu, jika ingin memilih, pilihlah pemimpin yang berjiwa bersih dan mau mencintai rakyat sepenuh hati, pemimpin yang selalu memberi simpati yang mendalam terhadap segala derita dan duka rakyatnya. jika tidak, mari kita tinggalkan seluruh pemimpin yang ada di negeri ini, untuk kita seret dan kita tuntut di suatu hari kelak di hadapan pengadilan Tuhan yang maha adil.

Hidup dan maha suci Tuhan yang telah menghalalkan GOLPUT!