Selasa, 31 Maret 2009

Ra nggenah

Aku berdosa dan Tuhanku tersenyum

Aku bertaubat dan Tuhanku tertawa

Pada zhahir aku selalu patuh dengannya, pada batin aku selalu menentangnya

Tuhan selalu mendekatiku, namun aku selalu lari darinya

lalu aku terjerembab dan Tuhanpun menangkapku menarikku

padahal Tuhan tiada membutuhkanku, namun Ia peduli padaku

aku menganggapnya egois, padahal Tuhan altruis

aku menganggapnya masa bodoh, padahal Tuhan selalu sibuk

Tuhan menyapa aku dengan firmannya yang tiada bisu, namun telingaku senantiasa menuli

Tuhan hendak menutup nerakanya namun aku selalu mencari kuncinya

Tuhan mencintai aku namun aku sering pacaran dengan iblis

Tuhan cemburu padaku namun aku berperilaku dayus

Tuhan ada di mana-mana namun aku selalu kehilangannya

Tuhaaaan.......Dimana?

Minggu, 22 Maret 2009

Catatan kecil untuk pemimpin Indonesia

Alkisah, pada suatu hari, ketika Umar bin Al-Khath-thab di lantik menjadi khalifah mengganti khalifah sebelumnya yang telah mangkat, Abu Bakar Ash-shiddiq. Ketika Umar sedang lantang memaparkan visi dan misi pemerintahannya, tiba-tiba seorang pemuda berdiri sambil menggenggam erat pedang di tangannya, pemuda tersebut berkata tidak kalah lantang dengan perkataan Umar. Pemuda tersebut berkata; wahai khalifah, jika dalam kepemimpinanmu saya lihat ada perilaku anda yang bengkok dan bertentangan dengan jalan yang lurus, maka saya tidak akan segan untuk meluruskan anda dengan pedangku ini, mendengar perkataan pemuda itu, Umar tidak sedikitpun memperlihatkan kemarahan di wajahnya. Umar malah tersenyum dan memuji ketegasan pemuda tersebut yang konsisten terhadap kebenaran sekalipun berhadapan dengan penguasa negara yang memiliki pengawal dan pasukan yang banyak.

Pertanyaannya, adakah di negeri ini pemimpin yang memiliki watak seperti Umar? Sekalipun Umar adalah seorang yang di kenal kasar dan beringas, namun ia tidak sungkan untuk tunduk di bawah telapak kebenaran.

Amat berbeda jauh dengan kebanyakan pemimpin di negeri pancasila ini, negeri yang katanya berada di bawah simbol Ke-Tuhanan yang maha esa, yang katanya rakyatnya di pimpin dengan cara hikmat dan kebijaksanaan, yang katanya keadilan sosial merupakan cita-cita luhurnya. Betapa banyak di sini pemimpin yang sangat anti terhadap kritik, meskipun kritik yang di lontarkan adalah kritik yang bersifat konstruktif, kritik sering di salah pahami sebagai cacian, penghinaan, pelecehan atau bahkan dianggap sebagai pencemaran terhadap nama baik.

Pada masa lalu, ketika negeri yang carut marut ini di pimpin oleh orang yang bernama Soeharto, yang senyumnya senantiasa mengembang namun berjiwa bengis dan biadab. Tidak boleh seorangpun melontarkan kritik padanya kalau tidak ingin hidupnya di rampas, di culik, di buang atau di hilangkan sama sekali jejaknya, dahulu, Indonesia adalah ibarat sangkar raksasa yang tidak boleh bagi siapapun untuk mengepakkan sayapnya, rakyat menjadi laksana burung yang lumpuh, selalu di cekam rasa takut dan merasa bersalah jika berhadapan dengan pemimpin. Setiap lebaran tiba di adakanlah open house di tempat para pejabat, rakyat ber-sowan memohon maaf atas kesalahan yang tidak di lakukannya, sebuah fakta terbalik yang seharusnya tidak di adakan. Sesungguhnya siapa yang telah menerpurukkan negeri ini ke jurang krisis yang tiada ahir ini? Sesungguhnya siapa yang telah menghancurkan tatanan demokrasi yang katanya kepemimpinan tertinggi ada di tangan rakyat? Sesungguhnya siapa yang telah merusak lingkungan, sehingga bencana demi bencana terus menerpa negeri ini? Sesungguhnya, siapa yang gemar sekali melakukan korupsi tanpa peduli rakyat begitu menderita karenanya? Siapa yang serakah sehingga kekayaan negara seolah-olah hanya berada di kantongnya?

Mana itu keadilan sosial? Mana itu ke-Tuhanan yang maha esa? Mana itu kemanusiaan yang adil dan beradab? Mana itu kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan? Mana itu persatuan Indonesia? Omong kosong! Kemunafikan akan tetaplah sebagai kemunafikan sekalipun sentuhannya halus, belaiannya lembut dan sekalipun suara pembawanya berirama syahdu.

Sabtu, 21 Maret 2009

Pemilu, pesta penuh kemunafikan

Kurang dari 20 hari lagi, negeri tercinta Indonesia akan menghadapi sebuah pesta besar; PEMILIHAN UMUM! Ia adalah hajat lima tahunan negeri ini, guna mencari pemimpin baru, yang di harapkan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis multi dimensional yang telah mengungkung Indonesia lebih dari satu dekade.

Ada semacam peristiwa yang sama persis yang seolah sudah menjadi hukum alam, pada setiap menjelang pemilu, orang-orang yang sudah duduk di jabatan pemerintahan dan ingin memperpanjang kedudukannya karena betapa ni'matnya menjadi pejabat, atau orang yang sudah lama ingin menjadi pejabat tapi belum ada kesempatan karena selalu tersingkir dari persaingan, atau orang yang benar-benar baru berkecimpung di dunia politik dan ingin juga ikut meni'mati kedudukan, mereka sibuk mempromosikan dirinya di hadapan rakyat agar rakyat memilihnya, dengan seabreg janji perubahan, pengentasan kemiskinan, pendidikan murah, terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih luas, dan segala janji-janji lainnya yang sejatinya semuanya mengambang tinggi diatas awan. Setahu saya, belum ada satupun janji para pejabat pada saat kampanye yang sanggup untuk di tepati ketika ia betul-betul telah menjadi pejabat. Entah barangkali karena kesibukan yang menjadikannya lupa, atau belum menemukan solusi yang tepat untuk ternunaikannya janji-janji itu atau karena memang hati pejabat itu begitu pekat tertutup debu kemunafikan sehingga janji-janji yang dulu pernah di ucapkan menguap bersama buruknya perilaku mereka.

Negeri yang di juluki "Laksana zamrud di lintasan khatulistiwa" ini, sebetulnya adalah negeri yang sungguh-sungguh malang, betapa tidak, dengan sumber daya alam yang begitu kaya dan subur, memiliki penduduk di atas dua ratus juta dan pintar-pintar tapi tidak ada satupun yang mampu mengelola segala sumber daya yang ada demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Apa yang menghalangi para pejabat untuk memakmurkan rakyat, jika bukan karena ambisi besar mereka untuk mereguk keni'matan pribadi dari negeri ini untuk selama-lamanya sampai sepuluh bahkan jika mungkin sampai turunan mereka yang terahir hidup di dunia? Sehingga lupa akan janji-janjinya ketika kampanye, lupa bahwa penderitaan telah mencekik banyak rakyat negeri ini, lupa bahwa persatuan adalah simbol dari kemerdekaan negeri ini. Bagaimana persatuan akan tetap terjalin jika yang satu bergelimang dalam tumpukan keni'matan sementara yang lain terjerembab dalam kubangan derita yang terus menerus? Bagaimana bisa bersatu jika yang ini ingin keadilan sementara yang lain terus cuek melakukan korupsi, kolusi dan perbuatan jijik lainnya? Apanya yang salah jika sebagian rakyat lebih memilih golput daripada memilih pemimpin yang terus menerus menebar kebohongan? BERBOHONG adalah tercela dalam pandangan agama apapun, dan bukankah Islam amat mengHARAMKAN kebohongan? Kenapa MUI tidak mengharamkan para pejabat yang biasa berbohong untuk ikut pemilihan lagi, daripada mengancam masyarakat yang sadar akan kebohongan mayoritas pejabat publik dengan haramnya golput?

Langit Indonesia beberapa hari ke depan akan terus di penuhi omong kosong tanpa ma'na, penuh KEMUNAFIKAN. Jiwaku muak, benci dan jijik melihat tingkah polah mereka. Maha suci Tuhan, yang ternyata tidak hanya menciptakan yang baik-baik saja, Tuhan juga menciptakan mereka-mereka yang berperilaku buruk dan sama sekali tidak bermanfaat bagi kehidupan rakyat banyak.

Wahai rakyat Indonesia, pengalaman seharusnya telah banyak mengajarkan pada kalian tentang betapa jelas kemunafikan yang di perlihatkan para pemimpin kita terdahulu, jika ingin memilih, pilihlah pemimpin yang berjiwa bersih dan mau mencintai rakyat sepenuh hati, pemimpin yang selalu memberi simpati yang mendalam terhadap segala derita dan duka rakyatnya. jika tidak, mari kita tinggalkan seluruh pemimpin yang ada di negeri ini, untuk kita seret dan kita tuntut di suatu hari kelak di hadapan pengadilan Tuhan yang maha adil.

Hidup dan maha suci Tuhan yang telah menghalalkan GOLPUT!

Senin, 09 Maret 2009

Dialog Fatur Rafael VS Kabayanis di situs JIL -Jaringan Islam Liberal-

Fatur Rafael menulis; Syeh Nasar Al-Maqdisi dalam bukunya Al-Hujjah meriwayatkan secara marfu’ Hadits Nabi yg berbunyi; “Ikhtilafu ummati rahmatun”, demikian pula Al-Baihaqy meriwayatkan dr Qasim bin Muhammad dalam Al-Madkhal, Yahya bin Said meriwayatkan pula dari Umar bin Abd Aziz, kemudian Yahya berkata tidaklah membahagiakan aku jika sekiranya tidak ada perbedaan di antara umat Muhammad SAAW karena jikalau dalam umat ini tidak ada perbedaan maka tidak akan ada rukhshah di dalamnya. I.H, Al-la-aalil-mantsuroh, Badruddin Az-zarkasyi 745 H - 794 H.

Bagi saya Islam adalah ibarat taman bunga yg di penuhi berbagai aneka bunga dg aroma dan warna yg semuanya memikat yg masing-masing orang bisa memetiknya sesuai dg seleranya, seseorang tak dapat di larang atau di caci maki jika dia memetik bunga mawar yg di pandangnya sebagai bunga yg paling indah, begitu pula jika ada yg lainnya yg memetik bunga melati. Tentu masing-masing punya alasan kenapa memetik yg ini dan bukan yg itu. Yg penting masing-masing pemetik tidak boleh saling menghina dengan menganggap bunga yg di petiknya adalah bunga yg paling indah dan bunga yg di petik orang lain adalah jelek lalu semua orang di paksa untuk memetik bunga yg sama dengan yg dirinya petik. Bisa juga di ibaratkan sebagai meja perjamuan yg berisi berbagai makanan yg lezat-lezat, semua orang bisa meni’matinya sesuai keinginan hatinya.

Masing-masing orang Islam di bolehkan untuk mengikuti kecenderungan Madzhab apapun yg bisa menenangkan hatinya selagi tidak menyimpang dari ajaran pokok bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. So betapa susahnya kita mengikuti 100% ajaran Rasulullah semasa beliau hidup, untuk hal yg demikian kita harus betul-betul faham seluruh isi Al-Quran dan faham seluruh Hadits Nabi padahal kita semua tidak ada yg pernah tau berapa juta jumlah Hadits nabi, kita manusia yg terbatas dan hanya bisa mengamalkan Islam dg terbatas pula maka benarlah ketika Rasul bersabda bahwa orang Islam di ahir zaman bisa selamat walaupun hanya mengikuti Islam 20% saja.
#8. Dikirim oleh Fatur rafael pada 28/01 02:20 PM

Kabayanis menulis; @ fatur rafael…
ummat sekarang susah mengikuti 100% ajaran rasul....karena belajarnya dari kitab2 yang ditulis oleh seorang manusia walau dalam kapasitas seorang ulama sekalipun ....beda hal nya dengan sahabat-sahabat rasul...tabiin ..dan tabiin tabiin… mereka belajar, beriman dan melaksanakan ajaran Rasulululloh dari fenomena “Living Al-Qur’an” dengan tidak bergantung 89% kepada bahasa2 tulisan. Mereka saat itu belajar dan mengamalkan agama melalui uswah, yaitu segala tutur kata, prilaku, pemikiran, dan segala sesuatu tanpa terbiaskan sedikitpun oleh makna tertulis dari untaian tulisan.... maklum saja metode yang dikembangkan oleh Yang Maha Pengasih adalah melalui Paradigma “UMMI” yaitu suatu bentuk kecerdasan fitriah yang tidak bergantung pada bahasa tulisan yang dapat menimbulkan multitafsir atas makna tertulis yang ditulis orang seorang manusia lainnya… walaupun pada masa rasul “sebenarnya” telah berkembang pesat budaya litera yang dimulai ketika jaman Nabi Isa Al-Masih. Tentu salah satu keunggulan dari kecerdasan UMMIYIN tersebut adalah terjauhkannya ummat dari liberalisasi faham akibat beda penafsiran makna tertulis dari suatu ayat.... Maka nikmatilah wahai rafael....engkau terjebak faham beragama hasil menafsirkan untaian-untaian tulisan tanpa tergugah Qolbu anda untuk menunaikan hak “fuad” untuk menerima rasa dan karsa yang tak mungkin tergambar utuh oleh untaian tulisan..... dan nikmatilah kesombongan akibat berani menafsirkan makna tertulis versi apapun.... karena kera dimanapun demikian adanya walau orang jawa menyebutnya “ketek”...orang sunda nyebutnya “lutung” orang inggris nyebutnya “monkey” padahal kalau di-Iqro dengan Mata, telingga dan “Fuad” secara simultan maka kera adalah kera sebagaiman kita lihat dengan seluruh panca indra yang tidak mungkin fenomena utuhnya tersebut diuraikan dalam bentuk untaian tulisan.... Pendek kata Sunatulloh telah berlaku di muka bumi ini, yaitu Manusia yang digelari Al-Amin yang ditugasi menyempurnakan dienul Islam adalah seorang “UMMI” bukan seorang fatur rafael yang jago baca tulisan doang...wang.... maka pantas aja melegalkan perbedaan faham, mazhab, golongan, aliran, fikroh, dan akhirnya kepentingan politis.. yang memicu perpecahan ummat dan melahirkan generasi muslim yang seibarat buih di laut dan melestarikannya terus diombang-ambing gelombang.... BEWARE THE REDUCTIONIST MUSLIM
#9. Dikirim oleh kabayanist pada 28/01 05:17 PM

Rafael menulis; Makasih mba Aryanti Palupi,..kang Kabayan kayanya yg melegalkan adanya keberbagaian Madzhab bukan cuma Fatur rafael deh, Fatur hanya mengutip dr berbagai sumber yg Fatur ketahui dan itu adalah merupakan sebuah keniscayaan yg tidak dapat di pungkiri. Umar bin Abd Aziz, Hasan Bashri, Junaid Al-baghdadi, Yahya bin said dan Rabiah Adawiyah mereka itu adalah tabi’in lho tp mereka tidak memungkiri adanya berbagai corak keislaman. Jika kang kabayan adalah penganut Islam yg betul-betul murni 100% seperti Islamnya Rasulullah dan para sahabat, tentu Fatur ingin belajar pada anda karena bagaimanapun Fatur ingin juga memiliki Islam yg sempurna tetapi mungkinkah itu kang Kabayan? Sementara dalam sejarah sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in yg pernah Fatur baca tidak ada seorangpun yg bernama Kabayan termasuk di dalamnya. kang Kabayan, Fatur memang gemar membaca doang wang karena dengan membaca maka Fatur jadi tau sedikit tentang Islam, bukankah kang Kabayan juga tahu tentang adanya Islam yg kang Kabayan anggap telah di reduksi oleh para ulama, juga dari membaca?

Yang terahir, Fatur pernah baca dan belajar adanya Hadits Rasul yg berbunyi “Innakum fi zamanin man ‘amila minkum ‘usyro ma umiro bihii halaka, tsumma ya’-tii zamanun man ‘amila minkum bi ‘usyri ma umiro bihi naja.” sesungguhnya kalian berada pada zaman dimana jika kalian mengamalkan sebanyak 80% dari ajaran agama maka kalian akan tetap celaka, kemudian nanti datang suatu zaman jika diantara kalian hanya bisa mengamalkan 20% saja dari ajaran agama, kalian akan selamat. (HR Tirmidzi dr Abu Hurairah dalam buku Al-Fitan Hadits ke 192). Bagaimana Hadits ini menurut anda kang Kabayan? trimakasih, mohon maaf bila terlihat kasar.
#16. Dikirim oleh Fatur rafael pada 29/01 10:29 PM

Kabayanis menulis; Islam harus dibedakan dengan penganutnya yaitu muslim....muslimin...muslimat.... saking PD-nya berabab-abab “berislam” dari hasil ekstrasi makna literal… Ummat sekarang sudah tidak bisa dan tak mau jujur untuk membedakan dirinya adalah muslim dan islam adalah dinul Islam sebagaimana kemurniannya tetap terjaga 100%. Tapi itu masih dalam koridor kemanusiawian..... Apa sebab semacam fatur tak lekang tuk tau bahwa dirinya adalah muslim 30% misalnya???...karena kitab2 yang dibacanya tak mungkin menuntun “fuad” dalam dirinya tuk “membaca” fenomena Dinul Islam 100% murni yang kemurniannya tak mungkin hanya dijangkau nalar hasil bimbingan literal-literal kitab kuning ...hijau..atau warna apalah.... apalagi adanya klaim bahwa ulama adalah mata air suci tentang Islam.... maka islamlah yang dilebur harus manut kepada ulama.... bukan sebaliknya… jadilah fatur berani mencak-mencak kaya diuraikannya.... pendek kata tak bisa lagi mencerna pengetahuan tentang fenomena dinul Islam yang tetap murni tak bermazhab, berfikroh, berorganisasi-organisasian...karena fatur dkk membatasi dirinya bahwa yang betul-betul sumber islam yang haq itu adalah yang berasal dari kitab2 hasl karya para ulamanya.... wah hebat donk.... sekiranya ulama yang mengukir untaian tulisan dalam kitabnya lahir pasca tabiin tabiin… maka kita bisa pastikan bahwa para tabiin..sahabat rasul… bahkan rasul itu sendiri adalah kurang murni dalam berislam.... karena meraka hidup sebelum ulama2 yang nulis kitab yang disahihkan oleh fatur dan kawan2.... duh sangat muliakah ulama yang dianut fatur?..... sehingga curahan pikiran dan tulisannya mampu menghapus fenomena berislam ala rasul dan sahabatnya yang tak lekang jaman terus murni hingga akhir jaman...tak mengenal mazhab, fikroh, aliran ...bahkan tak mengenal NU sekalipun.... padahal sehebat-hebatnya tulisan ulama paling afdhol mereka adalah pewaris para nabi.... ya kalo pewaris generasi pertama… tetapi gimana jadinya jika ulama tersebut pewaris generasi ke-100.... pasti sisa warisannya tak sebesar ulama generasi pertama.... tapi tak apalah ...proses hidup yang kabayan dan nenek moyang kabayan tempuh tetap belum mau mengakui bahwa muslim yang menyatakan dirinya demikian adalah karena belum “kaaffah” sehingga menjadi penista terhadap ajaran yang dianutnya walau hal itu pasti tidak akan diakui dan dirasakannya karena “taklid’ yang sudah menjadi hukum wajib dalam ber"NU"....kabayan sih pinginnya kita semua jujur .... bolehlah ummat NU adalah NU murni tapi harus tetap jujur bahwa mereka belum berislam sebagaima muslimin yang haq.... bolehlah ummat wahabi adalah wahabi murni tetapi jangan pernah mengklaim bahwa mereka adalah muslimin yang haq. Dan kabayan tentu juga berusaha jujur bahwa kami adalah penganut kabayanisme.... yang belum berhak menyandang titel muslimin yang haq karena untuk mencapai hal itu tak mungkin diusung oleh “kami” saja tanpa melibatkan ummat hanif lainnya yang berusaha masuk ke dalam islam secara kaaffah… dan tak mungkin ada muslim kaaffah… karena ke-kaaffahan hanya dapat terjelma dalam koridor “kaum” muslimin bukan individu seorang muslim.... pendeknya dalam surah al-baqoroh ditetapkan prosesnya adalah mu’min dahulu kemudian masuk islam secara kaaffah secara bersama-sama… sebagaimana rasul telah mengapainya dan begitu pula para sahabat.... JUJURLAH...WALAU KEJUJURAN ITU ADALAH PAHIT KETIKA MENGETAHUI BAHWA UMMAT NU kadarnya sekian persen dari muslimin yang haq..... dan jika baru sekian persen saja sudah “PD” dan stuck berstagnan dalam bentuk NU doang.... maka jangan salahkan Rasul yang telah menyempurnakan Dinul Islam 100% murni yang tidak pernah terbiaskan oleh budaya literal karena dibangun melalui uswah dan bukan melalui tulisan-tulisan para ulama yang kadarnya hanya sebagai pewaris nabi....
#27. Dikirim oleh kabayanist pada 06/02 06:11 PM

Rafael menulis; Baiklah.. Tidak di ragukan lagi, di tengah situasi sekarang ini di saat kaum muslimin telah kehilangan jejak sejarah dan kemudian mereka terpecah dalam berbagai macam madzhab, sekte ataupun firqah (bukan fikroh), yang semuanya mengklaim kebenaran atas dirinya sendiri dan selalu bertengkar dalam kegelapan selama beratus2 tahun, atau ketika kaum muslimin merasa takut di tengah derasnya gelombang pemikiran dan gagasan. Mereka harus kembali kepada Al-Quran dan mengikuti cara hidup kaum muslimin generasi sahabat Nabi.

Para sahabat memang bisa memahami pesan Islam tanpa bantuan fiqih, tasauf, filsafat dan unsur2 agama lainnya yg baru timbul setelah masa pewahyuan berahir. Namun, tetap saja akan ada pertanyaan yang akan selalu mengusik hati yaitu kepada Al-Quran dan sahabat yang mana kita harus berpegang? Apakah kita harus berpegang kepada Al-Quran yang di gunakan di istana-istana sayyidina Utsman khalifah Ketiga yang telah menumbuhkan kembali aristokrasi dan ikut berperan dalam mengasingkan dan mengusir Abu Dzar dari kota Nabi? Atau apakah kita akan berbegang dengan Al-Quran yang di bawa Abu Dzar dalam pengasingannya hingga ia menemui kematian di gurun pasir Rabadzah dalam keadaan kesepian dan terdzhalimi? Atau apakah kita akan berpegang pada Al-Quran yang di pajang di ujung bayonet oleh Amr bin Ash demi mempertahankan kerajaan rasial dan dalam mendukung dinasti Umayyah yang membeda2kan golongan? Atau apakah kita akan berpegang kepada Al-Quran yang ada dalam dada Ali bin Abi Thalib yang kata Nabi Al-Quran akan selalu bersama Ali dimanapun Ali berada? Kepada Al-Quran dan sahabat yang mana kita harus berpegang?.

Catatan: Saya tidak bermaksud mengatakan Al-Quran lebih dari satu, yang saya maksud adalah corak penafsirannya. Saya hanya ingin menandaskan tentang ketidak benaran orang2 yang berpendapat bahwa karena para sahabat bergaul dan hidup dengan Nabi maka di antara mereka tidak ada perbedaan dalam hal pemikiran, penafsiran dan cara pandang terhadap Islam.
#30. Dikirim oleh Fatur rafael pada 10/02 08:20 AM

Kabayanis menulis; mohon maaf mas fatur.... jika kami meminjam anda sebagai korban dari literalisasi Al-Qur’an… sehingga hanya untuk ber “syahadah” (tidak hanya baca kitab al-Qur’an saja)harus merujuk kepada sahabat nabi atau ulama yang ini atau yang itu.... pendek kata ketika ayat pertama diwahyukan kepada rasululloh tak secuilpun perintah baca tulisan, walau ulama dan ahli kitab menerjemahkan “IQRO” hanya dengan arti “bacalah’ yang merujuk hanya kepada baca tulisan. Yang jelas tak termaktub sedikit pun untaian ayat pertama yang diturunkan via malaikat jibril dalam bentuk untaian tulisan. Dan jika kita mau ber-hanif ria dengan didukung kesabaran.... maka serta merta kita akan terbimbing bahwa perintah “IQRO” bukanlah semata-mata diartikan baca tulisan.... Tetapi mau gimana lagi… rentang waktu pembiasan Al-Qur’an oleh penganut budaya literal telah sedemikian massive. Seakan tidak sah jika seseorang mengetahui dan bersyahadah kepada Al-Qur’an kalo tidak melalui baca “Kitab Al-Qur’an” terlebih dahulu. Sungguh tepat dalam salah satu ayat diterangkan bahwa ayat2 Alloh akan terpampang di segenap ufuk dan dalam diri manusia itu sendiri sehingga dengan demikian maka diketahuilah Bahwa “AL-QUR’AN” adalah benar..... fakta nyatanya adalah sebagaimana dirasakan atau dialami oleh orang warga indonesia yang sangat beruntung, yaitu almarhum bapak Muhtar Lubis ketika dengan seijin Alloh beliau disempatkan berjumpa dengan seorang ahli pertanian alami dari jepang yaitu tuan Masanobu Fukuoka.... pak muhtar lubis begitu tercengang ketika menyimak untaian hikmah dari mulut masanobu… karena substansi-nya berselaras dengan Al-Qur’an.... Padahal masanobu bukanlah muslim.... bahkan beliau mencerca semua agama yang diketahuinya… tetapi ketika ditanya oleh muhtar lubis apakah tahu didunia ini ada agama islam???… Masanobu berkata tidak mengetahuinya.... Bagaimana mungkin orang yang tak tahu ada agama islam tetapi dari lisannya terucap substansi Al-Qur’an??… jawabnya adalah karena Fenomena utuh Al-Qur’an awalnya bukanlah untaian tulisan… tetapi merupakan ayat Alloh yang terpampang di segenaf ufuk dan dalam kehidupan ummat manusia itu sendiri.... yang tak hanya melulu harus dibaca via kitab-kitab .... tetapi sejatinya dapat dengan mudah di"IQRO" di alam semesta ini sebagaimana dilakukan oleh masanobu sebagai ahli pertanian alami yang sumber ilmunya adalah alam raya ini termasuk fenomena manusia di dalamnya ....so ...mau bagaimana lagi???… kalo sekedar bangga dan sok benar hanya dengan bergantung dari makna tertulis???.... maka nikmatilah perbedaan penafsiran dari untaian makna tertulis yang ditulis “pasti” oleh seorang manusia yang tak mungkin terbebas dari subjektifitas ketika menuliskan untaian tulisan....dan akhirnya membiaskan fenomena utuh dari Al-Qur’an dan Dinul Islam itu sendiri. Maka Masanobu Fukuoka adalah contoh nyata di jaman mutakhir ini bahwa pengetahuan ttg Al-Qur’an tidak hanya dapat diperoleh melalui untaian tulisan saja .... Subhanalloh… Walhamdulillah Wallahu Akbar.....dengan demikian tinggallah kita ber “quantum leaf” ria.... jadikanlah untaian tulisan apapun hanyalah sebagai gerbang awal bagi kita dalam meraih pengetahuan hakiki dari suatu fenomena.... jangan sampai untaian tulisan itu membelenggu kita untuk menggapai pengetahuan lainnya yang tak bisa terjangkau hanya melalui langkah literalisasi.... Jikalau keberhasilan hidup manusia sejatinya harus bergantung kepada untaian tulisan!!!… niscaya Rasulullah yang UMMI adalah orang pertama yang kesekian yang akan tak berdaya dalam meraih sukses hidup di dunia ini… tetapi Subhanalloh ternyata sebaliknya… rasul secara tak terbantahkan Ke-UMMI-annya adalah seorang yang diutus untuk menyempurnakan Dinul Islam.... Wallahu ‘alam
#39. Dikirim oleh kabayanist pada 26/02 05:34 PM

Rafael menulis; Kang Kabayan yg baik, mungkin selamanya kita akan terus berbeda pendapat dan ini adalah sesuatu yg wajar2 saja. Pendapat saya bisa benar dan juga bisa salah, demikian juga dengan pendapat yg lainnya, di dunia ini memang tidak ada satupun pendapat yg tidak bisa di bantah oleh pendapat lainnya, jadi, tetaplah hanya Tuhan Allah dzat ingkang murbeng wiseso saja yg merupakan kebenaran mutlak dan abadi, Kita semua sebenarnya lemah, ringkih dan terbatas sehingga terus meraba2 dalam menggapai kebenaran yg hakiki. Oleh karena menyadari hal itu, saya kerap melazimkan istighfar, meminta pengampunan pd Tuhan atas segala pemikiran, perkataan dan perbuatan yg tidak sesuai dgn kebenaran yg di maksud Tuhan. Bukankah di dalam istighfar ada pengakuan bahwa kita lemah dan terbatas? Bukankah dalam istighfar ada ma’na tersirar tentang sebuah kepatuhan dan ketawadhu’an? Hasbunallah wani’mal wakiil.

Saya berharap mudah2an di suatu hari kelak kita bisa bersua di alam nyata, di alam nyata kita bisa berdialog dengan lebih jujur, terbuka dan bebas dari segala kepalsuan. Saya sering membayangkan duduk berhadapan dgn anda lalu kita berdialog, berdebat sekeras2nya atau berbicara tentang apapun sambil menyeruput kopi bersama, sesekali di iringi derai tawa riang. Ya, betapapun pendapat kita berbeda 417 drajat tp kita tidak harus memungkiri kalo kita sebenarnya adalah masih 1 keluarga besar dalam rumah tangga Tuhan yg sudah sepatutnya tetap saling mencintai, menghormati dan memaafkan. Mari kita saling memaafkan dalam hal2 yg kita tidak sepakat atasnya dan saling mendukung dan membantu dalam hal2 yg kita sepakati.

Ahir kata, saya ingin mengisahkan pada anda kang Kabayan, sebuah cerita tentang seorang Nabi yg bernama Ibrahim AS. Setiap hari, ketika Ibrahim akan makan pagi, terlebih dahulu mengundang orang2 untuk makan bersamanya. Di suatu pagi yg cerah, datang ke rumah Ibrahim seorang Majusi untuk ikut makan bersama Ibrahim, tetapi Ibrahim menolak orang Majusi itu dgn alasan apa yg di hidangkannya hanyalah untuk di makan oleh yg muslim2 dan hanif saja, akibat penolakan Ibrahim orang Majusi tersebut pulang dgn perasaan penuh kecewa. Selang beberapa saat, Tuhan menegur Ibrahim, wahai Ibrahim; apa hakmu menolak memberi makan Majusi itu? Bukankah Aku yg maha besar, maha kaya dan maha benar tidak pernah pilih kasih untuk memberi rizki pada siapapun tak terkecuali Majusi itu? Bukankah rizki yg ada padamu adalah Aku yg memberi? Mengapa hanya di monopoli untuk dirimu dan kaummu saja? Dengan kejadian itu, Ibrahim menjadi lebih terbuka dan tidak lagi memandang orang untuk diajak makan bersamanya. Atas kebenaran dan keabsahan cerita Ibrahim itu, terserah pada pilihan anda untuk mempercayainya atau tidak. Saya sendiri percaya kalau cerita itu adalah benar dan pernah terjadi.
#40. Dikirim oleh Fatur rafael pada 28/02 09:47 AM

Kabayanis menulis; Pertama kabayan mohon maaf.... kabayan sadar sepenuhnya bahwa apapun takwil dan tafsir dari semua wacana di forum ini ....sejatinya ditulis oleh seorang manusia “siapun dia” pasti mempunyai subyektifitas.... maka sejujurnya kabayan tak ingin ada yang mempercayai dan menshahihkan untaian tulisan yang dirilis kabayan… kalo tanpa tabayyun kepada fenomena utuhnya di alam nyata.... Keterbatasan untaian tulisan inilah yang sejatinya ingin kabayan wanti-wantikan.... jangan sampai kita keliru melihat fenomena “kera” akibat orang sunda menuliskanya dengan untaian kata “lutung"… orang jawa dengan untaian kata “ketek” dan orang inggris menuliskan kata “monkey”. padahal digunjingkan sehebat apapun… didebat-kusirkan semalam suntuk pun… si kera adalah kera yang dapat kita “IQRO” fenomenanya secara utuh di alam nyata.... dan bahkan mungkin dia sedang terbahak-bahak menertawakan manusia seperti kita gara2 mempermasalahkan suatu untaian tulisan tentang dirinya… akibat adanya perbedaan ungkapan literal semata.... pingin tahu kera sesungguhnya mah tinggal lihat bersama-sama di alam nyatanya dengan segala panca indra walaupun tidak dijelmakan secara literal-pun ternyata sang kera adalah sang kera itu sendiri.... semoga semua ini adalah ibroh terhadap Agungnya Sunatullah atas ke-UMMI-an Rasululloh yang tak perlu lagi ditafsiri dengan pemaknaan “Buta Huruf” tetapi lebih tepat jika dimaknai sebagai “suatu kecerdasan manusia yang tidak sepenuhnya bergantung pada budaya literal” karena untaian tulisan (literal) akan berpotensi melahirkan makna multi-interpretasi dengan efek globalnya adalah memecah-belah pemikiran ummat dan menjauhkannya dari ke-Rahmat-an Dinul Islam..... Wassalam
#41. Dikirim oleh kabayanist pada 02/03 06:20 PM

KOMENTAR TAMBAHAN

Setuju, Mas Fatur Rafael.
Tidak ada itu yang namanya Islam murni dan Islam sesat. Setiap individu yang mengaku Islam punya pemahaman sendiri tentang Islamnya, dan itu sunnatullah. Kenapa harus dipermasalahkan? Ada yang percaya Imama Mahdinya sudah datang dianggap sesat. Ada yang salat dengan bahasa jawa dianggap melenceng. Orang bebas memilih jalan yang dianggap paling pas dengan hatinya untuk bersama dengan Yang Maha Sempurna. Kalau memang sebuah metode tertentu dianggap paling bisa mendekatkan dirinya dengan Sang Pencipta, kenapa kita harus pusing? Itu kan urusan yang bersangkutan dengan Allah. Biarlah Allah saja yang menjadi hakim atas semuanya. Kita jangan sampai menyerobot jabatan Allah sebagai hakim.
#13. Dikirim oleh ariyanti palupi pada 29/01 02:44 PM

Mas Fatur Rafael,
Kalau saya pikir, kemungkinan hadis itu maksudnya adalah anjuran agar kita jangan sampai berlebihan dalam beragama. Menganggap pemahaman mayoritas tentang Islam sebagai satu-satunya Islam yang benar, apalagi kalau sampai mengatakan orang lain “sesat” karena sedikit berbeda dari anggapan arus utama itu tadi kok keliatan seperti tindakan yang berlebihan. Allah sendiri mengecam keras segala tindakan yang berlebihan, dan saya pikir beragama juga tidak luput dari hal ini. Jadi, yang hanya bisa mengamalkan 20% itu tadi kemungkinan adalah mereka-mereka yang tidak berlebihan dalam beragama. tentang apa yang dimaksud “berlebihan” itu sendiri saya rasa juga tergantung tiap individu yang datang dari berbagai latar belakang pengalaman hidup yang berbeda-beda. Saya teringat ucapan teman saya yang menganut aliran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bahwa semakin kita ngotot untuk mempertahankan keyakinan bahwa kita paling benar, dan yang lain salah, semakin kita jauh dari Yang Maha Sempurna, semakin kita melupakan esensi dari keberagamaan itu sendiri. Saya mengklaim diri saya sebagai seorang Muslim, tapi saya hanya bisa memaknai Islam berdasarkan pengalaman hidup saya yang bisa salah bisa juga benar. kita tidak akan pernah tahu mana Islam yang “murni” itu, kalau memang ada. kita hanya bisa tahu, Islam kita masing-masing, karena masing-masing individu tidak ada yang sama. kita diciptakan secara unik oleh Tuhan, Sang Maha Kreatif. Jadi alangkah anehnya kalau kita “menyesatkan” orang lain hanya karena mereka berusaha untuk jujur dengan keunikan mereka sendiri. Hanya pada Sang Maha Benarlah kebenaran mutlak itu berada. Kita dikaruniai akal dan hati dalam beragama, dan saya pikir meletakkan kebenaran agama di atas kehendak Allah untuk menjadikan agama itu sendiri sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta kok agak absurd bagi saya. Tapi itulah pandangan saya, mungkin ada yang tidak setuju. tidak apa-apa. itulah hidup. Sudah kehendak Allah kayaknya.
Selamat ultah NU, semoga bertambah dewasa dalam menyikapi perbedaan, dan dapat membawa Islam ke arah yang mendewasakan, bukan meninabobokkan. Semoga Allah memberi pentunjuk.
#21. Dikirim oleh Ariyanti Palupi pada 02/02 10:59 AM

Kadang saya masih heran ada saja orang yang mengklaim 100% sesuai dan pas tak kurang dan tak lebih menjalankan islam seperti yang dijalankan Rasulullah dan hebatnya mereka mengklaim lagi langsung belajar dari Al Qur’an dan al hadist dan selalu mengesampingkan produk produk ulama sebagai sesuatu yang literal kata kabayanist. Mampukah kita dengan modal ilmu agama yang pas pasan menafsiri alquran dan alkhadist? Begitu angkuhkah kita mengesampingkan karya karya ulama sebelum kita yang notabene bersumber dari alquran dan alkhadist dengan cara kita langsung dari sumbernya yang masih mentah? Kalau hanya klaim-klaiman lalu siapa yang menilai bahwa kita yang paling pas dan sesuai dengan kanjeng nabi? Dan ternyata pula wahabian pun merujuk juga pada karangan karangan ulama cuman ulama ulama wahabi saja jadi apa bedanya?
Saya sangat setuju dengan pandangan mas fatur rafael dan tidak setuju dengan cara pandang kabayanist,bolehkan berbeda pendapat?
Akhirnya Selamat atas hari lahirnya NU semoga bisa menjadi benteng terhadap gempuran wahabi di indonesia dan tetap menjadikan islam rahmatan lil’alamin
#23. Dikirim oleh taufiq pada 03/02 03:22 PM

Mas Fatur
analoginya mungkin seperti ini :
andaikata Mas fatur rafael mau naik haji, jelas dong anda akan naik pesawat, cepat, praktis dan disesuaikan dengan masa kini, tapi ada orang yang bersikukuh beribadah sesuai dengan cara nabi persis 100 %, maka karena onta yang ada di indonesia tidak bisa berenang membawa dia ke mekkah, maka dia bersikukuh untuk menaikkan ontanya ikut naik pesawat menuju ke mekkah.

Mas fatur, berjalanlah terus.. tidak perlu konfirmasi dengan orang yang bersebrangan,karena tidak akan ketemu dan membuang energi,memang kita belum tentu benar dan orang lain yang bersebrangan belum tentu salah,tapi yang pasti diantaranya sudah berbeda persepsi, semoga kita semua termasuk dengan kawan2 kita yang berbeda dan bersebrangan secepatnya menemukan kebenaran.
#32. Dikirim oleh ardianto pada 13/02 01:12 PM

Kepada mas “kabayanist”,
kalau kita mau berkeras hati mengikuti setiap jengkal tindak tanduk nabi dan para sahabatnya dalam berislam yang kata mas kabayanist “murni” 100%, kok sepertinya kita akan hidup di jaman 1400 tahun yang lalu. Islam itu hidup, mas kabayanist, bukan benda mati yang bentuk dan rupanya sama dari abad ke abad. Kalau kita mau mengesampingkan pentingnya ide materialisme historis, termasuk dalam menelaah Islam, berarti kita telah menjadikan islam itu seperti batu. Keberadaan mahzab-mahzab atau pikiran-pikiran yang lahir untuk memahami Alquran tentu saja tidak bisa terhindarkan karena manusia dilahirkan dengan keunikan dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, dalam masa-masa yang berbeda pula, dan itu semua akan mempengaruhi cara pandang manusia tersebut terhadap sesuatu, termasuk Alquran. Kalau mas Kabayanist mengandaikan adanya satu Islam saja yaitu islam “murni 100%” seperti kata mas Kabayanist, kok saya pikir kita seperti memaksakan untuk beranggapan bahwa setiap kepala yang ada di bumi ini diciptakan sama persis sebangun dan seruang oleh Allah, yang notabene tidak mungkin, karena sifatnya yang Maha Kreatif, Allah itu menciptakan setiap kepala tadi dengan keunikan yang luar biasa. jadi kalau mau menganggap kerja pemahaman setiap manusia ini bisa dan harus sama, jangan-jangan kita sudah bersikap angkuh tidak mau mengakui sunnatullah bahwa perbedaan-perbedaan itu ada dan akan selalu ada. Tinggal kita bagaimana menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut tanpa menyebut pihak lain Islamnya cuma 30% hanya karena kita merasa Islam kita 100%. Bukan begitu, mas kabayanist?
#33. Dikirim oleh ariyanti palupi pada 13/02 10:30 PM